"Indah sekali...."

Moon Dae Hwa mendesah pelan. Napasnya mengembun di kaca jendela tempat ia menyandarkan dahinya. Sepasang matanya memandangi lampu-lampu jalan dari atas gedung SBS. Lampu-lampu dihias indah di sepanjang jalan. Ada yang dibentuk menyerupai pohon Natal, ada yang dibentuk menyerupai rusa kutub dan kereta Santa Claus, juga serupa permen tongkat yang khas itu. Jalanan pun dipenuhi dengan pasangan-pasangan yang saling bergandengan tangan, berjalan merapat dan tidak peduli pada cuaca dingin malam itu. 

Tahun lalu, Dae Hwa masih menjadi bagian dari keramaian tersebut. Berjalan sambil berpegangan erat pada tangan Han Jo, tertawa seakan tidak ada masalah apa pun di dunia, menghabiskan malam seakan-akan malam itu adalah malam terakhir kehidupannya. Han Jo akan mengajaknya makan malam di restoran mahal dan mereka akan merayakan ulang tahunnya berdua. Namun tahun ini, tidak ada lagi Han Jo di sisinya. Sudah lebih dari lima bulan mereka berpisah, dan Dae Hwa tadinya berpikir ia sudah bisa menerima kenyataan tersebut. Rupanya, hati manusia tidak sesederhana itu. Hanya dengan melihat pasangan lain saja, kenangan itu langsung muncul tanpa pertanda.

"Moon Dae Hwa, mau sampai kapan kau melamun di situ? Kau bukannya sedang tidak ada kerjaan, kan?"

Dae Hwa tersentak. Gadis itu tanpa sengaja membenturkan kepalanya ke tembok di samping jendela ketika hendak menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

"Aduh!"

"Aigoo! Kau ini ceroboh sekali, Dae Hwa!"

Dae Hwa mengusap-usap dahinya. Untunglah benturannya tidak terlalu kencang sehingga bisa menyebabkan benjol atau memar biru yang jelek.

"Kau mengagetkanku, Manajer Yang!" keluh Dae Hwa sambil menatap kesal pada manajer dari grup idola 'O2' yang sedang naik daun tahun itu. "Salahmu kalau sampai wajahku ini terluka!"

Manajer Yang menggelengkan kepala dan mendengus. Dae Hwa sebal sekali melihat wajah yang hanya punya satu ekspresi itu. Setiap saat hanya terlihat seperti sedang marah-marah. Seharusnya Manajer Yang belajar sedikit dari Manajer Jo yang ramah itu.

"Sudahlah. Daripada kau mengeluh terus, sebaiknya kau cepat ke ruang ganti. Ye Rin mencarimu sejak tadi."

"Ah! Ya, ampun!" Saat itulah Dae Hwa baru sadar kalau ia seharusnya mengantarkan sepatu Jet yang baru saja diambilnya karena tertinggal di apartemen. Kesalahannya, tentu saja. Ia memang terkenal sebagai asisten stylist yang ceroboh dan tidak bisa diandalkan. Tapi... tapi tentu saja itu tidak benar. Ia selalu melakukan yang terbaik. Namanya juga manusia, sesekali bisa saja melakukan kesalahan. Ya, kan? Setidaknya sepatu Jet sekarang sudah ada dalam pelukannya.

"Cepat bawa sepatunya ke sana, Bodoh!" tegur Manajer Yang kehilangan kesabaran. Pria muda itu menatap ke layar televisi yang menyiarkan langsung acara Christmas Special. Acara itu live dan O2 salah satu grup yang diundang untuk tampil. Saat ini layar televisi tengah memutarkan MV Breathless, lagu debut O2 yang melejit di pasaran. Dan itu artinya, "O2 sudah harus naik ke panggung dalam tiga menit!"

Dae Hwa tidak menunggu perintah lagi. Ia menelan ludah lalu berlari secepat yang ia bisa di antara orang-orang di koridor gedung itu. Kali ini tindakannya memang benar-benar bodoh sekali. Bisa-bisanya ia melamun dan membiarkan kesedihan karena patah hati menguasainya saat sedang bekerja. Gawat! Kalau ia melakukan kesalahan fatal seperti ini, bisa-bisa ia dipecat oleh Ye Rin. Bodoh, bodoh, bodoh sekali!

***

"Aigoo! Ke mana sih anak itu mengambil sepatunya?!" Ye Rin menatap panik ke arah jam tangannya. "Tiga menit lagi O2 sudah harus naik ke panggung!"

Ruang tunggu O2 riuh saat itu. Semua member selain Jet sudah pergi ke belakang panggung untuk bersiap-siap tampil. Jet menghela napas, kepalanya pusing sejak rehearsal selesai. Ia sudah mencoba mencuri waktu untuk tidur saat rambut dan wajahnya sedang dirias. Ia sudah minum sebutir pain killer, tapi tampaknya sakit kepalanya lebih bandel dari dugaannya. Kelelahan adalah musuhnya, tapi hal tersebut tidak bisa dihindari jika kau bekerja sebagai seorang idola. Dan tidak ada alasan baginya untuk berkeluh-kesah karena keempat member yang lain pun sama lelah dengannya. Tersenyum kapan saja, di mana saja, itu sudah menjadi tugasnya. Untung saja beberapa minggu ini tidak ada gangguan yang berarti sehingga Jet bisa fokus berlatih untuk acara hari ini. Meski begitu, daya tahan tubuhnya memang tidak pernah sebaik manusia normal lainnya. Bukan karena penyakit keturunan, tapi karena kemampuan aneh yang dimilikinya sejak dilahirkan. Kemampuan yang menurutnya sangat tidak berguna, bahkan sangat merugikan. Setidaknya untuk dirinya.

"Jet! Kau lebih baik segera ke belakang panggung sekarang," ujar Ye Rin sembari menepuk pelan pundaknya dan mengembuskan napas pasrah. "Nanti begitu Dae Hwa datang, aku akan segera ke sana membawakan sepatumu."

"Kalau dia tidak datang juga?" tanya Jet sedikit gelisah.

"Apa boleh buat. Kurasa sepatu yang kau pakai sekarang terpaksa kau pakai di panggung. Untung saja warnanya sama, mudah-mudahan saja tidak akan ada yang menyadarinya," ujar Ye Rin masam. Bukan reaksi penggemar yang ia khawatirkan, tapi sponsor yang memberikan sepatu tersebut. "Ha.... Aku pasti akan memberikan pelajaran setimpal pada anak itu."

"Jangan terlalu keras padanya, Nuna," ujar Jet tersenyum dan berjalan cepat menuju ke pintu. Ia mengabaikan rasa sakit yang semakin berdenyut-denyut di kepalanya.

Saat itu pintu mendadak menjeblak terbuka dan nyaris saja menghantam wajah Jet.

"Se-sepatunya sudah kubawa!" seru sosok mungil di balik pintu sambil mengangkat sepasang sepatu platform hitam beraksen emas di sisi-sisinya. "Ah, Oppa!" Dae Hwa melotot saat melihat Jet ada di hadapannya. Pemuda itu tersenyum tipis sambil menghela napas lega.

"Hampir saja kau mengacaukannya, Dae Hwa-ssi," Jet berkata pelan. Ia merasa ada sesuatu yang membuat kepala dan pundaknya terasa berat tiba-tiba sehingga pijakan kakinya goyah sejenak. Buru-buru ia berpegangan pada daun pintu dan mendapatkan keseimbangannya kembali. Dahinya mengerut merasakan firasat yang tidak enak, tapi ia mengabaikannya. Sudah tidak ada waktu lagi.

Dae Hwa segera berjongkok dan meletakkan sepatu bersol tebal itu di depan si pemuda yang segera melepas sepatu yang dipakainya. Dibiarkannya Dae Hwa mengikatkan tali sepatunya dengan cepat, lalu Jet segera berlari menuju ke belakang panggung. Ia menyunggingkan senyum ketika member O2 yang lain menunjukkan ekspresi lega melihatnya sudah berada di sana tepat pada waktunya. Sempat didengarnya suara hardikan Ye Rin yang marah pada asistennya tersebut, tapi ia tidak bisa memikirkan soal itu karena ia harus naik ke panggung. Sekarang.

***

"Sebenarnya kau itu bisanya apa sih, Moon Dae Hwa?"

Dae Hwa menelan ludah, gugup. Tatapan Ye Rin saat ini tampaknya bisa saja menembus sampai ke belakang kepalanya karena begitu tajam. Ia tidak pernah melihat stylist O2 itu semarah ini.

"Kenapa kau tidak bisa fokus melakukan pekerjaanmu? Aku hanya minta kau mengambilkan sepatu dari apartemen mereka. Memangnya itu pekerjaan yang sulit?"

"Maafkan aku, Eonni," ujar Dae Hwa pelan. Ia membungkuk dalam-dalam. "Aku benar-benar minta maaf."

"Untung saja kau datang tepat waktu. Kalau kau terlambat satu menit saja, semuanya akan berantakan. Sponsor pasti akan bertanya kenapa Jet tidak memakai sepatu itu, lalu mereka akan mengirimkan protes ke perusahaan. Dan kau tahu apa yang bisa terjadi? Mereka mungkin akan minta ganti rugi. Lebih parah lagi, mereka bisa saja membatalkan sponsor mereka untuk O2 seterusnya!"

Dae Hwa semakin dalam membungkuk, tidak berani menegakkan tubuhnya. Ia tidak pernah berpikir sejauh itu, dan kini ia tahu betapa besar kesalahan yang hampir dibuatnya. Rasanya ia ingin menangis saja. Kenapa ia bisa sebodoh itu?

Ye Rin mendecak. "Berdiri yang benar," katanya. Dae Hwa pun menurutinya. "Ini peringatan terakhir untukmu, Dae Hwa-ssi. Kalau kau masih tidak bisa menunjukkan kalau kau pantas jadi asistenku, aku tidak akan ragu lagi untuk memecatmu. Mengerti?"

"Aku mengerti, Eonni," ujar Dae Hwa lirih, wajahnya basah karena air mata.

"Jangan menangis," kata Ye Rin lagi, kali ini sambil menepuk pelan pundak Dae Hwa. Tampaknya kemarahan Ye Rin sudah reda setelah menumpahkan semuanya. "Pergilah ke kamar mandi, cuci mukamu. Pikirkan apa yang baru kukatakan tadi baik-baik. Setelah itu segera kembali ke sini, O2 masih akan tampil sekali lagi nanti. Aku butuh bantuanmu."

Dae Hwa mengangguk, mengusap mata dan berjalan keluar dari ruang tunggu menuju ke toilet terdekat. Ia menatap bayangan dirinya di cermin wastafel. Matanya merah dan agak bengkak karena menangis. "Jelek sekali," katanya mengomentari dan masih sedikit terisak. Ia menyalakan air dan menyiram wajahnya. Air yang hangat itu lumayan menenangkan perasaannya. "Profesional," katanya pada dirinya sendiri di cermin. "Kau harus berubah. Kau bukan anak kecil lagi. Kau sudah bekerja, Dae Hwa bodoh. Jangan menyusahkan Ye Rin Eonnie terus."

Setelah merasa jauh lebih tenang, Dae Hwa pun keluar dari toilet. Ia berjalan di lorong yang penuh dengan staf yang begitu sibuk. Beberapa artis berjalan cepat menuju ke arah panggung. Sepertinya penampilan O2 sudah selesai, pikirnya. Ia sedang berniat mempercepat langkah ketika seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

***

Jet merasa lega begitu ia tidak lagi merasakan berat pada kepala dan pundaknya begitu berada di panggung. Walau sakit kepalanya masih bertahan, setidaknya ia masih bisa memberikan penampilan yang maksimal. Euforia dan adrenalin mengalir deras dalam dirinya. Sekali lagi ia merasakan bahwa memang panggung adalah tempatnya. Ia memang dilahirkan untuk berada di sana dengan gemerlap cahaya dan sorak-sorai serta tepuk tangan membahana bersama keempat membernya yang lain.

Akan tetapi, perasaan buruk itu kembali menghantamnya lagi begitu ia menjejakkan kakinya di belakang panggung. Semula hanya samar, namun semakin ia berjalan ke dalam, rasanya semakin sesak. Ia pun segera menyadari memang ada yang tidak beres di tempat ini. Ada sesuatu yang gelap, sesuatu yang jahat.

"Joon Soo-ah? Kau tak apa-apa?" Kakak laki-lakinya; Joon Kyu atau yang dikenal dengan nama Q di O2; merangkulnya. "Kau pucat sekali."

"Sejak tadi aku merasakan ada yang tidak beres di sini, Hyung," ia menjawab dengan jujur. "Di panggung tidak terasa, tapi di sini kuat sekali." Jet meremas pelan dadanya. "Napasku agak sesak."

Q menatap adiknya dengan cemas.

"Jangan mencari sumbernya, oke? Tampaknya makhluk apa pun itu sangat berbahaya jika reaksi tubuhmu saja sudah seperti ini," kata Q sambil memijat pelan tengkuk Jet. "Hindari saja dan istirahat. Setelah pekerjaan kita selesai di sini, kita langsung pulang."

Jet mengangguk setuju. Mudah-mudahan saja semuanya bisa selancar rencana kakak laki-lakinya itu. Mereka pun berpisah jalan ketika manajer Jo memanggil Q dan ia lanjut berjalan menuju ruang ganti O2.

"Aneh," katanya terengah. "Rasanya semakin tidak enak saja." Mau tidak mau pemuda itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling seperti mencari-cari sesuatu sembari berjalan. Tak lama, pemuda itu tersentak. Ia melihat roh jahat berbentuk asap hitam besar sedang melingkupi seseorang. Asap hitam itulah sumber dari semua perasaan buruk yang ia rasakan sejak tadi.


Aku tidak punya pilihan lain, Hyung.


Jet segera mempercepat langkah, tangan kanannya terulur dan begitu ia mencapai tempat itu, ia mengayunkan tangannya kuat-kuat dan mengenyahkan asap hitam tersebut seketika. Ia bisa merasakan hampir seluruh tenaganya lenyap bersamaan. Dan begitu asap tersebut menghilang, ia terkejut melihat siapa yang tengah diincar kegelapan itu.

"Moon Dae Hwa?"

Astaga, suaranya terdengar sangat lemah.

Kedua kakinya goyah. Jet berusaha menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada pundak gadis itu. Pandangannya dipenuhi bintik-bintik hitam sejenak.

"Ya! Jet Oppa?! Kau kenapa?!" Dae Hwa terbelalak dan segera menahan pundak Jet dengan kedua tangannya supaya pemuda itu tidak terjatuh ke lantai.

Entah dengan kekuatan dari mana, gadis yang bertubuh kecil itu membopong Jet masuk ke ruang tunggu O2. Beberapa member dan staf yang berada di dalam terkejut melihat keadaan Jet. One langsung menghampiri dan membantu Dae Hwa memapah Jet duduk di sofa.

"Apa yang terjadi?" K. J., leader O2, langsung melempar pertanyaan pada Dae Hwa. Sementara One membiarkan Jet duduk bersandar di pundaknya, dan Tae berlari mengambilkan air minum untuk Jet.

"Aku tidak tahu," jawab Dae Hwa tidak kalah paniknya. Ia sudah lupa dengan segala kesedihannya sendiri. "Dia tiba-tiba muncul di belakangku dan keadaannya sudah seperti ini. A-apa kita perlu membawanya ke rumah sakit?"

"Tidak perlu," sahut Jet. Pemuda itu menatap Dae Hwa dan tersenyum tipis. Wajahnya sudah tidak sepucat sebelumnya tapi tetap saja masih mengkhawatirkan di mata Dae Hwa dan lainnya. "Aku hanya perlu istirahat sebentar," tambahnya, mengabaikan ujaran-ujaran khawatir dari member lainnya. "Sungguh. Kalian tak perlu cemas begitu."

"Mengangkat kepalamu sendiri saja kau tidak bisa," gerutu One sambil mengusap-usap rambut Jet. Lalu Tae datang mengulurkan sebotol air pada pemuda berkacamata itu. "Ini, minum dulu." One menempelkan mulut botol ke bibir Jet, membantu maknae O2 itu minum.

"Kau sudah makan?" tanya K. J.

Jet mengangguk.

"Lalu sekarang apa yang kau rasakan? Pusing?"

Jet mengangguk lagi. "Iya. Tadi aku sudah minum obat."

"Badanmu agak panas, Jet," imbuh One. "Mungkin sebaiknya kau jangan ikut tampil nanti."

"Benar, Jet," timpal Tae, dan Dae Hwa ikut mengangguk di sebelahnya.

"Aku bisa, Hyung," kata Jet keras kepala. "Aku hanya perlu tidur sebentar."

"Baiklah," ujar K. J. akhirnya sambil menghela napas. "Kalau begitu tidurlah."

Ye Rin tiba-tiba muncul di belakang Dae Hwa dan berkata, "Dia bisa tidur di ruang pakaian. Di sana lebih tenang. Aku sudah merapikannya supaya Jet bisa tidur di sofanya."

"Kau bisa jalan sendiri?" tanya One yang langsung dibalas anggukan oleh Jet.

Jet menatap Dae Hwa sekilas, masih bertanya-tanya mengapa gadis itu diincar roh jahat yang begitu kuat. Namun saat ia hendak bertanya, Q tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dan langsung menghampirinya.

"Kau baik-baik saja?" bisik kakaknya sambil membantunya berdiri. Mereka pun berjalan berdua menuju ruang pakaian yang terletak di sudut ruangan itu. "Sudah kubilang jangan tapi kenapa-"

"Aku tidak bisa menghindarinya, Hyung," balas Jet berbisik. "Dia muncul tepat di hadapanku."

Jet berbaring di sofa yang sudah disiapkan Ye Rin, Jet menyelimutinya lalu duduk di tepi sofa. "Lalu bagaimana? Makhluk apa itu?"

"Roh jahat," kata Jet. "Bentuknya asap hitam besar." Pemuda itu menjilat bibirnya. "Hyung, aku sudah mencoba mengusirnya... tapi sepertinya aku masih bisa merasakan keberadaannya...."

Sejak kecil, Jet bisa merasakan keberadaan makhluk-makhluk gaib dan juga roh jahat. Makhluk-makhluk baik tidak akan memberikan efek negatif padanya, tapi berbeda dengan mereka yang memiliki maksud jahat, keberadaan mereka bisa membuat tubuhnya bereaksi seperti sekarang. Menjadi lemah, seakan energinya dihisap oleh makhluk-makhluk itu. Ia mampu mengusir beberapa, tapi kemampuan mengusir roh jahatnya tidak sekuat Q.

"Roh jahat ini terlalu kuat. Kurasa hanya Hyung yang bisa mengusirnya."

"Aku perlu bantuanmu untuk itu. Kau tahu aku tidak bisa merasakan dan melihat mereka tanpa bantuanmu," kata Q. "Dan dengan keadaanmu saat ini, kurasa itu tidak mungkin kita lakukan."

Menyadari kebenaran ucapan kakaknya, Jet menjadi lesu. Wajahnya tampak sangat khawatir.

"Kenapa wajahmu begitu? Apa yang membuatmu begitu khawatir?"

"Hyung, roh jahat ini mengincar Moon Dae Hwa," jawabnya.

Pengertian tampak di rona wajah Q setelahnya. Gadis bernama Moon Dae Hwa itu memiliki bau yang disukai roh-roh halus, baik ataupun jahat. Sejak pertama kali mereka bertemu dengan Dae Hwa, Jet sudah sering mengatakan tentang banyaknya roh yang berkeliaran di dekat gadis itu. Hanya jika Jet atau Q berada di sekitar Dae Hwa, barulah gadis itu aman dari roh-roh tersebut. Dan Q tahu benar, karena Jet sering mengawasi keselamatan gadis itu, diam-diam tumbuh sepercik perasaan ingin melindungi Dae Hwa di hati adiknya itu. Mungkin sekarang malah sudah lebih dari itu.

"Aku mengerti," kata Q. "Sekarang sebaiknya kau tidur. Mudah-mudahan energimu bisa pulih dengan cepat. Aku akan meminta Dae Hwa menemanimu di sini."

Q duduk di sana sejenak sampai Jet tertidur. Kemudian ia berdiri dan beranjak ke pintu ketika Dae Hwa hendak masuk membawa sebaskom air dan handuk. Q memandangi gadis itu, menyayangkan kenapa ia tidak memiliki kemampuan untuk 'melihat' seperti Jet. Semuanya akan jadi lebih mudah dan sederhana kalau begitu keadaannya.

"Q Oppa... bagaimana keadaan Jet Oppa?"

"Dia sedang tidur. Tolong temani dan rawat dia, Dae Hwa-ssi," kata Q seraya tersenyum tipis dan melangkah keluar dari ruang pakaian meninggalkan Dae Hwa sebelum gadis itu sempat menjawab.

***

Dae Hwa memandangi punggung Q sejenak sebelum ia menutup pintu ruang pakaian itu dan berjalan mendekat ke sofa tempat Jet tertidur. Gadis itu duduk di atas keset bulu di lantai, meletakkan baskom air di sampingnya lalu mencelupkan handuk yang ia bawa ke air. Kemudian ia mengeluarkan termometer dari saku kausnya, menempelkannya dengan hati-hati di telinga Jet.

"38 derajat," gumamnya lalu menatap Jet cemas. Pemuda itu masih tampak pucat. Beberapa helai poninya tampak basah karena keringat dan menempel ke kulitnya. Dengan sapu tangan miliknya, ia menyeka keringat di wajah Jet lalu meletakkan handuk yang sudah diperasnya di kening pemuda itu. Sesudah itu, ia hanya terdiam, melamun, membayangkan betapa melelahkannya kehidupan seorang idola. Apalagi O2 yang baru debut belum lama. Dae Hwa yakin, meski dipaksa beristirahat, Jet pasti tetap akan memaksakan dirinya tampil di special stage nanti dengan alasan karena mereka grup idola yang baru debut.

O2 bekerja begitu keras, dan hari ini Dae Hwa hampir saja membuat kerja keras mereka sia-sia.

Bodoh sekali.

Sambil mengganti handuk di kening Jet, Dae Hwa terus hanyut dalam pikirannya sendiri. Entah kenapa, semua pikiran negatif seperti muncul ke permukaan begitu saja. Ia yang merasa bodoh, lalu ia yang akan melewati Natal dan ulang tahunnya sendirian. Dan entah bagaimana, semua itu menjadi berhubungan dengan alasan Han Jo mencampakkannya. Karena dirinya bodoh. Han Jo tidak menyukai orang bodoh. Ia benar-benar gadis yang payah. Pantas saja Han Jo meninggalkannya.


Aku memang pantas diperlakukan begini.


"Siapa?"

Dae Hwa tersentak, mendapati Jet sedang menatapnya bingung.

"Oppa sudah bangun?"

"Siapa yang pantas diperlakukan begini?" tanya Jet lagi.

Wajah Dae Hwa merona. Jangan bilang ia mengucapkan isi pikirannya keras-keras?

"A-aku...." Untuk mengurangi perasaan malu, Dae Hwa mengganti lagi handuk di kening Jet.

"Kau pantas diperlakukan seperti apa?"

Dae Hwa tidak bisa menjawab. Ia menundukkan kepalanya, gelisah.

"Dae Hwa-ssi? Boleh aku bertanya?"

Ia mengangguk.

"Tadi, sewaktu di lorong... apa yang sedang kau pikirkan? Apa kau baru menangis?"

Dae Hwa ternganga. Ia sama sekali tidak mengira Jet akan menyadarinya, dan menjawab terbata-bata, "A-aku...." Ia menatap Jet, menghela napas, dan akhirnya memutuskan untuk bersikap jujur saja. Mungkin karena ia juga merasa perlu mengeluarkan uneg-unegnya. "Iya, tadi aku menangis...."

"Karena dimarahi Ye Rin-ssi?"

"Salah satunya... tapi itu memang kesalahanku. Aku tidak menyalahkan Eonni...." Dae Hwa tanpa sadar semakin menundukkan kepalanya. "Aku merasa sangat payah. Aku hanya menyusahkan Eonni terus. Kalau sepatu Oppa tadi tidak sampai tepat waktu, masalahnya akan jadi sangat rumit... dan itu semua kesalahanku."

"Tapi kau datang tepat waktu, dan tidak ada masalah yang terjadi," kata Jet sembari menyunggingkan senyum hangat.

"Oppa benar... tapi itu tidak mengubah kenyataannya, kan. Gara-gara aku yang seperti ini, aku dicampakkan orang yang kusukai. Malam ini seharusnya aku melewatkannya bersama dia sekaligus merayakan ulang tahunku." Ah, akhirnya terucap juga, pikir Dae Hwa. Hari ini ia memang benar-benar merasa begitu merana.

"Kau lahir di hari Natal?"

Dae Hwa mengangguk. "Tapi tahun ini rasanya jadi sepi sekali."

"Dae Hwa-ssi... apa kau keberatan kalau aku yang menemanimu malam ini?"

***

"Dae Hwa-ssi... apa kau keberatan kalau aku yang menemanimu malam ini?"

Jujur saja, Jet sendiri kaget dengan tawarannya yang tiba-tiba itu. Padahal ia sendiri yang mengucapkannya. Namun, karena sudah telanjur, Jet berusaha tetap memasang ekspresi kasual dan berharap wajahnya memang sudah merah karena demam sejak awal. Lagi pula, setelah mendengar keluh kesah gadis itu, Jet semakin khawatir roh jahat tadi akan kembali mencoba menyerangnya lagi. Tanpa perlu merasa bersedih saja gadis itu sudah bisa mengundang roh-roh yang lapar, apalagi dalam keadaan sekarang. Ia merasa tidak boleh membiarkan gadis itu sendirian.

"Jet Oppa... kau sedang mengigau, ya? Tapi suhu tubuhmu sudah tidak sepanas tadi," kata Dae Hwa tampak cemas saat meletakkan punggung tangan di pipi Jet. "Mungkin belum cukup tidurnya?"

Jet tertawa mendengarnya.

"Aku serius, Dae Hwa-ssi," katanya lagi, kali ini jauh lebih tenang. Bahkan ia bisa mengatakannya sambil tersenyum. "Setelah acara di sini selesai, aku bebas. Aku bisa menemanimu dan merayakan ulang tahunmu juga."

"Memangnya Oppa tidak ada acara dengan keluarga?"

"Tidak ada. Hyung pun sepertinya sudah punya acara sendiri malam ini," kata Jet. Lalu pemuda itu memasang ekspresi memelas. "Malam ini aku juga akan sendirian sepertimu."

"Tapi... kalau nanti jadi skandal bagaimana? Oppa itu kan idola." Lalu Dae Hwa mendecak. "Lagi pula, Oppa sedang sakit. Bukankah sebaiknya Oppa istirahat saja malam ini?"

Jet mendesah sambil menggeleng geli. "Kau itu terlalu banyak berpikir, Dae Hwa-ssi. Kau pikir aku akan seceroboh itu sampai membuat skandal segala?" Lalu ia mengangkat tubuhnya, duduk. Handuk di keningnya jatuh ke lantai. "Aku sudah merasa jauh lebih baik. Jangan khawatir."

"Jangan bohong. Oppa masih pucat dan demam," kata Dae Hwa. "Jangan memaksakan diri... aku tidak apa-apa sendirian. Lama-lama akan terbiasa juga."

Pintu ruang pakaian itu terbuka. Q masuk sambil menatap Jet penuh arti.

"Dae Hwa-ssi, apa kau senggang malam ini?" tanya Q.

Dae Hwa mengangguk. "Kenapa, Oppa?"

Q melirik Jet dan mengedipkan matanya diam-diam.

"Malam ini aku ada urusan dan baru bisa kembali besok pagi," kata Q. Pemuda itu bergumam ragu dan berkata, "Hmm... kalau kau tidak keberatan, maukah kau menjaga Jet untukku? Aku takut kondisinya mendadak parah... dan aku tidak ada di sana kalau ada apa-apa."

Jet menahan tawa serta keinginan mengacungkan jempol ke kakaknya.

Sebelum Dae Hwa bisa mengatakan apa-apa, Q berkata lagi, "Member yang lain akan pulang ke rumahnya masing-masing setelah acara ini selesai. Jet benar-benar akan sendirian di dorm. Kumohon, Dae Hwa-ssi?"

Mencengangkan, Q hampir tidak pernah memohon pada siapa pun.

"Kumohon, Dae Hwa-ssi?" Kali ini Jet meniru kata-kata kakaknya.

"Baiklah," kata Dae Hwa akhirnya. 

Jet melompat-lompat dalam hati.

"Bagus sekali!" seru Q. "Ah, Jet... Ye Rin Nuna memanggilmu. Kalau kau berencana tampil di special stage bersama kami, rambut dan wajahmu itu harus dirapikan dulu. Kau tampak kacau sekali. Dae Hwa juga, Ye Rin butuh bantuanmu."

Dae Hwa mengangguk, dan ia segera berdiri lalu berlari keluar.

"Terima kasih bantuannya," ujar Jet sambil terkekeh.

"Kapan saja," balas Q. "Tapi kau benar-benar sanggup tampil?"

"Jangan khawatir. Mudah-mudahan saja roh jahat itu tidak tiba-tiba kembali menyerang Dae Hwa saat kita sedang berada di panggung."

"Kita bereskan itu setelah semua ini selesai," kata Q sambil menepuk pundak adiknya. "Sana, bersiap-siaplah dulu."